Hal ini menyebabkan frekuensi penggunaan telepon menjadi sangat sering yang menyebabkan antrian yang panjang dan lama. Sehingga tidak sedikit santri yang sangat jarang menghubungi orangtuanya masing-masing.
Akibatnya, banyak sekali ditemukan di media-media sosial, orangtua khususnya ibu-ibu mengungkapkan kerinduan yang “akut” akan anak-anaknya, terutama walsantor anak-anak yang baru masuk setahun dua tahun ini. Sehingga ada guyonan bahwa para ibu-ibu sudah mulai berhalunisasi, wakakak.
Kerinduan “akut” ini sangat wajar. Bayangkan, anak yang baru lulus SD, yang dulu mungkin saat makan masih diingatkan, mandi harus diingatkan, pakai baju mungkin dengan kancing yang lebih tinggi sebelah, sakit ditemani, nakal langsung dimarahi, dan segala prilaku ngangenin lainnya, tiba-tiba merantau menuntut ilmu di tempat lain yang jauh dan dengan tidak bisa diantar! alias benar-benar sendiri. Wow!! Justru yang tidak rindu “akut” bisa jadi bermasalah orangnya.
Pentingkah Sih Telepon dari Anak?
Salah satu ciri keluarga yang sehat itu yaitu jika terjadi komunikasi antar anggota keluarga. Jika jembatan komunikasi itu hanya telefon, maka telefon dari anak menjadi penting. Namun, catatan yang harus digarisbawahi yaitu, komunikasi yang terjadi mestilah komunikasi yang positif.
Dalam hubungan dengan anak yang lagi merantau menuntut ilmu, maka komunikasi dapat menjadi sarana mendekatkan bathin anggota keluarga, dapat menjaga kehangatan keluarga, menyalurkan sikap positif seperti dukungan, motivasi atau nasehat, melatih sikap empati terhadap keluarga dan hal-hal positif lainya.
Oleh sebab itu maka Gontor menyediakan sarana wartel agar terus terjadi komunikasi anak-keluarga. Bahkan di bagian Pengasuhan ada petugas yang merupakan santri juga (kelas 3) yang piket menjaga telepon yang dikhususkan untuk orangtua jika menelepon.
Seberapa Sering Seharusnya Anak Menelepon?
Ada orangtua berbangga ketika anaknya tidak pernah menelepon sejak pertama kali masuk, ada yang biasa saja, dan ada yang sedih. Sebaliknya ada orangtua yang berharap anak menelepon setiap hari, ada yang merasa sedikit terganggu karena itu. Jadi berapa lama interval terbaik anak menelepon?
Jika berdasarkan efek sebuah nasehat atau pesan verbal yang melekat dibenak yang tidak terstimulus dengan hal lain, maka biasanya bertahan 3 hingga 7 hari. Maka komunikasi ideal untuk anak-anak kita yang jauh adalah satu pekan sekali. Namun terkhusus, yang mungkin terkendala, dua pekan hingga satu bulan sekali masih bisa memberi kepuasan bathin yang cukup memadai.
Yang lebih banyak dari itu atau lebih kurang (kecuali kasus-kasus tertentu), maka sesungguhnya sedang terjadi masalah dalam komunikasi keluarganya.
Anak yang setiap hari atau terlalu sering menelepon menunjukkan bahwa yang bersangkutan belum mempunyai kemandirian yang baik. Ia belum bisa atau belum yakin dengan tindakan atau keputusannya sendiri. Dan ia belum bisa menemukan atau tidak yakin dengan solusi permasalahannya sendiri. Kecuali jika ada situasi khusus, misalnya anak kita sakit, yang mana kita butuh informasi perkembangan penyembuhannya.
Solusinya, secara bertahap ajak anak untuk mengurangi frekwensi menelpon dengan memberi dukungan dan kepercayaan bahwa anak kita bisa memutuskan perkara-perkara kecil dan perkara sedangnya.
Sedang anak yang sangat jarang atau tidak pernah menelepon bisa jadi menunjukkan kurangnya kebutuhan sang anak terhadap keluarganya, dan mungkin berangggapan menelepon keluarganya tidak memberikan kepuasan bathinnya.
Solusinya, mungkin bisa dengan menitip pesan kepada temannya untuk mengingatkan agar menelepon atau setidaknya anak mengetahui bahwa orangtua mendukungnya dan menyayanginya sehingga muncul kerinduan sang anak.
Kecuali jika ada situasi khusus seperti orangtua tidak mempunyai telepon, atau sang santri tidak memiliki uang untuk itu, atau untuk bisa terhubung dengan orangtua maka akan memberi kerepotan orangtua misalnya harus ke kota dulu agar dapat sinyal telepon atau hal lain.
Mengapa kita Merindukan Telepon Anak?
Sudah pasti orangtua rindu dengan anaknya. Bahkan jika sekalipun anak kita “nakal”, jika jarak memisahkan, kerinduan itu pasti ada. Apalagi terhadap anak-anak sholeh yang dititipkan ke pondok pesantren.
Namun dari beberapa dialog dengan walsan, atau membaca respon kerinduannya di berbagai media sosial atau aplikasi grup perpesanan, maka berikut ini adalah sumber kerinduan orangtua agar ditelepon oleh anaknya:
- Rindu mendengar suaranya
- Mengetahui kondisi anaknya
- Mengetahui perkembangan studinya
- Ada pesan/nasehat yang ingin disampaikan
- Ingin mendengar cerita tentang pondok
- Memberi dukungan dan motivasi
- Berbagi cerita seru, dan lain-lain (yang akan ditambahkan belakangan).
Mengapa Anak Santri Kita Jarang Menelepon?
Hampir tidak berbeda dengan sebab kerinduan orangtua untuk menelepon, santripun demikian, namun dengan tambahan khusus khas santri, seperti:
- Sangu/uang habis
- Mengingatkan pembayaran kewajiban di pondok
- Minta dikirimkan sesuatu
- Absen keluarga satu persatu
- Pengen pulang (biasanya santri baru)
- Minta doa karena mau ujian atau saat mengemban amanat tertentu
- Dan lain-lain (yang akan ditambah belakangan)
Namun, terlepas dari berapa idealnya anak santri menelepon, ada kondisi-kondisi tertentu mengapa kita jarang mendapat telepon dari anak. Hal ini harus juga kita pahami agar kerinduan yang “akut’ tdak membawa masalah lebih lanjut, seperti kegelisahan, hingga sakit karena rindu (Waduh!!…).
Berikut beberapa sebab santri jarang menelepon dari beberapa informasi yang didapat dari santri dan alumni yang ditanyai;
Santri tidak memiliki uang. Biasanya jika santri sangat butuh menelepon ia akan pinjam uang, namun jika tidak dapat maka ia tidak bisa menelepon.
Antri yang panjang. Pernah beberapa kali antri saat menelepon namun saat tiba giliran, sudah saatnya masuk atau ada panggilan. Sehingga santri menjadi rada malas untuk menelepon. Jadi jika ia lihat antrian panjang, ia tidak jadi menelepon.
Sudah beberapa kali menelepon, tapi tidak diangkat orangtua (Nah lho!..)
Lupa nomor hape (Perhatian buat orangtua yang sering ganti nomor!)
Sinyal kurang bagus baik di lokasi orangtua atau pondok. Gontor 5 Magelang berada di lokasi dimana sinyal kurang bagus. Sering kali santri menelepon namun suara terdengan terputus-putus sehingga membuat enggan.
Kegiatan yang padat, namun biasanya sang anak memaksakan diri.
Kebetulan mendapat rayon yang jauh dari wartel
Anak bukan tipikal yang suka bicara. Jadi ia menelepon karena saat butuh saja, tapi ini bukan berarti ia tidak rindu hanya bingung saat menelepon harus bicara apa 😅😅
Jadi semoga jarangnya anak kita menelepon tidak membuat prasangka yang buruk bagi kita, orangtuanya. Karena sesungguhnya ketidakrutinan menelepon yang terjadi bukan karena kesengajaan namun karena kondisi.
Yang penting jangan terlewat doa tanpa memohon perlindungan kepada Allah buat anak-anak kita. (riM) Sumber: www.walsantornews.com
0 Komentar